Perekenomian Indonesia

Bab 5. Kemiskinan dan Kesenjangan
A. Konsep Pengertian Keseimbangan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin". 
Konsep Kemiskinan
Secara etimologis, “kemiskinan” berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Badan Pusat Statistik mendefinisikan kemiskinan dari perspektif kebutuhan dasar. Kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPSdan Depsos, 2002). Lebih jauh disebutkan kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada dibawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non-makanan yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty treshold). Konsep kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. David Harry Penny (1990:140) mendefinisikan kemiskinan absolut dalam kaitannya dengan suatu sumber-sumber materi, yang dibawahnya tidak ada kemungkinan kehidupan berlanjut; dengan kata lain hal ini adalah tingkat kelaparan. Sedangkan kemiskinan relatif adalah perhitungan kemiskinan yang didasarkan pada proporsi distribusi pendapatan dalam suatu negara. World Bank (BPS dalam Haryati, 2003:95) menyusun ukuran kemiskinan relatif yang sekaligus digunakan untuk mengukur tingkat pemerataan, yaitu dengan membagi penduduk menjadi tiga kelompok: (1) kelompok 40% penduduk berpendapatan rendah, 40% penduduk berpendapatan menengah dan 20% penduduk berpendapatan tinggi.

B. Garis Kemiskinan
Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada di negara berkembang. Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan.

C. Penyebab dan Dampak Kemiskinan
Secara umum, penyebab kemiskinan dapat dibagi kedalam empat mazhab (Spicker, 2002), yaitu: Pertama, Individual explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan cenderung diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri. Karakteristik yang dimaksud sepertimalas dan kurang sungguh-sungguh dalam segala hal, termasuk dalam bekerja. Mereka juga sering salah dalam memilih, termasuk memilih pekerjaan, memilih jalan hidup,memilih tempat tinggal, memilih sekolah dan lainnya. Gagal, sebahagian orang miskin bukankarena tidak pernah memiliki kesempatan, namun ia gagal menjalani dengan baik kesempatantersebut. Seseorang yang sudah bekerja namun karena sesuatu hal akhirnya ia diberhentikan (PHK) dan selanjutnya menjadi miskin. Ada juga yang sebelumnya telah memiliki usaha yang baik, namun gagal dan bangkrut, akhirnya menjadi miskin. Sebahagian lagi pernah memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan yang lebih tinggi, namun gagal menyelesaikannya, drop out dan akhirnya menja dimiskin. Tidak jarang juga terlihat bahwa seseorang menjadi miskin karena memiliki cacat bawaan. Dengan keterbatasannya itu ia tidak mampu bekerja dengan baik, bersaing dengan yang lebih sehat dan memiliki kesempatan yang lebih sedikit dalam berbagai hal yang dapat menentukan kondisi ekonomi hidupnya. Kedua, Familial explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan lebih disebabkan oleh faktor keturunan. Tingkat pendidikan orang tua yang rendah telah membawa dia kedalam kemiskinan. Akibatnya ia juga tidak mampu memberikan pendidikan yang layak kepada anaknya, sehingga anaknya juga akan jatuh pada kemiskinan.Demikian secara terus menerus dan turun temurun. Ketiga, Subcultural explanation, menurut mazhab ini bahwa kemiskinan dapat disebabkan oleh kultur, kebiasaan, adat-istiadat, atau akibat karakteristik perilaku lingkungan.Misalnya, kebiasaan yang bekerja adalah kaum perempuan, kebiasaan yang enggan untuk bekerja keras dan menerima apa adanya, keyakinan bahwa mengabdi kepada para raja atau orang terhormat meski tidak diberi bayaran dan berakibat pada kemiskinan. Terkadang orang seperti ini justru tidak merasa miskin karena sudah terbiasa dan memang kulturnya yang membuat demikian. 
Keempat, Structural explanations, mazhab ini menganggap bahwa kemiskinan timbul akibat dari ketidakseimbangan, perbedaan status yang dibuat oleh adat istiadat, kebijakan, dan aturan lain menimbulkan perbedaan hak untuk bekerja, sekolah dan lainnya hingga menimbulkan kemiskinan di antara mereka yang statusnya rendah dan haknya terbatas. Kemiskinan yang disebabkan oleh dampak kebijakan pemerintah, atau kebijakan yang tidak berpihak pada kaum miskin juga masuk ke dalam mazhab ini, sehingga kemiskinan yang timbul itu sering disebut dengan kemiskinan struktural.

D. Pertumbuhan Kesenjangan dan Kemiskinan


Merupakan hubungan antara pertumbuhan dan kesenjangan. Hubungan antara tingkat kesenjangan pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dengan Kuznet Hypothesis. Hipotesis ini berawal dari pertumbuhan ekonomi (berasal dari tingkat pendapatan yang rendah berasosiasi dalam suatu masyarakat agraris pada tingkat awal) yang pada mulanya menaik pada tingkat kesenjangan pendapatan rendah hingga pada suatu tingkat pertumbuhan tertentu selanjutnya kembali menurun. Indikasi yang digambarkan oleh Kuznet didasarkan pada riset dengan menggunakan data time series terhadap indikator kesenjangan Negara Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat. Pemikiran tentang mekanisme yang terjadi pada phenomena “Kuznet” bermula dari transfer yang berasal dari sektor tenaga kerja dengan produktivitas rendah (dan tingkat kesenjangan pendapatannya rendah), ke sektor yang mempunyai produktivitas tinggi (dan tingkat kesenjangan menengah). Dengan adanya kesenjangan antar sektor maka secara subtansial dapat menaikan kesenjangan diantara tenaga kerja yang bekerja pada masing-masing sektor (Ferreira, 1999, 4). Versi dinamis dari Kuznet Hypothesis, menyebutkan kan bahwa kecepatan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun (dasawarsa) memberikan indikasi naiknya tingkat kesenjangan pendapatan dengan memperhatikan initial level of income (Deininger & Squire, 1996). Periode pertumbuhan ekonomi yang hampir merata sering berasosiasi dengan kenaikan kesenjangan pendapatan yang menurun. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.


E. Beberapa Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan

Indikator Kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk mengukur  tingkat  kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam  literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the Generalized Entropy(GE), ukuran Atkinson, dan Koefisien Gini. Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0-1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan). Bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan. Ide dasar dari perhitungan  koefisien gini berasal dari Kurva Lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan. Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabila nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0. Ketimpangan dikatakan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7. Ketimpangan dikatakan sedang dengan nilai koefisien gini antara 0,36-0,49. Ketimpangan dikatakan rendah dengan nilai koefisien gini antara 0,2-0,35. Selain alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga group:

40% penduduk dengan pendapatan rendah.
40% penduduk dengan pendapatan menengah.
20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk.

Selanjutnya, ketidakmerataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah. Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat ketidakmerataan dalam distribusi yaitu: pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan. Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan. Sedangkan ketidakmerataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besardari 17% dari jumlah pendapatan. 
Indikator Kemiskinan
Karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara berbeda-beda. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS,1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa. 
BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu:
Pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach)
Basic Needs Appoarch merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenu
hi kebutuhan dasar. 

Pendekatan Head Count Index Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan nonmakanan (nonfoodline).

F. Kemiskinan di Indonesia

Permasalahan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh pemerintah Indonesia saat ini adalah kemiskinan, disamping masalah-masalah yang lainnya. Dewasa ini pemerintah belum mampu menghadapi atau menyelesaikan permasalahan kemiskinan. Menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1) upaya menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia telah dimulai awal tahun 1970-an diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang juga berarti upaya penurunan kemiskinan di tahun 1970-an tidak maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik. Disamping itu kecenderungan ketidakmerataan pendapatan nasional melebar yang mencakup antar sektor, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah. Berdasarkan data Bank Dunia jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10 sampai 20% tetapi telah mencapai 60% dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 215 juta jiwa.(www.ismailrasulong.wordpress.com). Hal ini diakibatkan oleh ketidakmampuan mengakses sumber-sumber permodalan, juga karena infrastruktur yang juga belum mendukung untuk dimanfaatkan masyarakat memperbaiki kehidupannya, selain itu juga karna SDM, SDA, Sistem, dan juga tidak terlepas dari sosok pemimpin. Kemiskinan harus diakui memang terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai negara bangsa, bahkan hampir seluruh energi dihabiskan hanya untuk mengurus persoalan kemiskinan. Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah, mengapa masalah kemiskinan seakan tak pernah habis, sehingga di negara ini, rasanya tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan memperbaiki kehidupan, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas. Kemiskinan menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, kemiskinan menyebabkan banyak orang melakukan prilaku menyimpang, harga diri diperjual belikan hanya untuk mendapatkan makan. Si Miskin rela mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi mereka yang memiliki uang dan memegang kendali atas sektor perekonomian lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit. Bahkan yang lebih parah, kemiskinan telah membuat masyarakat kita terjebak dalam budaya memalas, budaya mengemis, dan menggantungkan harapannya dari budi baik pemerintah melalui pemberian bantuan. Kemiskinan juga dapat meningkatkan angka kriminalitas, kenapa penulis mengatakan bahwa kemiskinan dapat meningkatkan angka kriminalitas, jawabannya adalah karna mereka (simiskin) akan rela melakukan apa saja untuk dapat mempertahankan hidupnya, baik itu mencuri, membunuh, mencopet, bahkan jika ada hal yang lebih keji dari itu ia akan tega dan berani melakukannya demi hidupnya. Kalau sudah seperti ini siapa yang harus kita salahkan. Kemiskinan seakan menjadi sebuah fenomena atau sebuah persoalan yang tak ada habis-habisnya, pemerintah terkesan tidak serius dalam menangani persoalan kemiskinan, pemerintah lebih membiarkan mereka mengemis dan mencuri ketimbang memikirkan cara untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kemiskinan dan membebaskan Negara dari para pengemis jalanan karna kemiskinan. 

G. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan

Setiap permasalahan timbul pasti karna ada faktor yang mengiringinya yang menyebabkan timbulnya sebuah permasalahan, begitu juga dengan masalah kemiskinan yang dihadapi oleh negara indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz dalam Dadan Hudyana (2009:28-29) yaitu :
1).   Pendidikan yang Terlampau Rendah 
Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan seseorang untuk masuk dalam dunia kerja. 
2).   Malas Bekerja 
Adanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja. 
3).   Keterbatasan Sumber Alam 
Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu miskin karena sumberdaya alamnya miskin. 
4).   Terbatasnya Lapangan Kerja 
Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena keterbatasan modal dan keterampilan. 
5).   Keterbatasan Modal 
Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan. 
6).   Beban Keluarga 
Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan karena semakin banyak anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau beban untuk hidup yang harus dipenuhi.

Suryadiningrat dalam Dadan Hudayana (2009:30), juga mengemukakan bahwa kemiskinan pada hakikatnya disebabkan oleh kurangnya komitmen manusia terhadap norma dan nilai-nilai kebenaran ajaran agama, kejujuran dan keadilan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penganiayaan manusia terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Penganiayaan manusia terhadap diri sendiri tercermin dari adanya : 

1) Keengganan bekerja dan berusaha 
2) Kebodohan 
3) Motivasi rendah 
4) Tidak memiliki rencana jangka panjang 
5) Budaya kemiskinan, dan 
6) Pemahaman keliru terhadap kemiskinan
Sedangkan penganiayaan terhadap orang lain terlihat dari ketidakmampuan seseorang bekerja dan berusaha akibat : 
1) Ketidakpedulian orang mampu kepada orang yang memerlukan atau orang tidak mampu dan, 
2) Kebijakan yang tidak memihak kepada orang miskin. 

Kartasasmita dalam Rahmawati (2006:4) mengemukakan bahwa, kondisi kemiskinan dapat disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab, diantaranya yaitu : 

1.  Rendahnya Taraf Pendidikan 
Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan meyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan seseorang untuk mencari dan memanfaatkan peluang. 
2.  Rendahnya Derajat Kesehatan 
Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa. 
3. Terbatasnya Lapangan Kerja 
Selain kondisi kemiskinan dan kesehatan yang rendah, kemiskinan juga diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan. 
4.  Kondisi Keterisolasian  
Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.

Nasikun dalam Suryawati (2005:5) menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu : 

1) Pelestarian Proses Kemiskinan 
Proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan. 
2) Pola Produksi Kolonial 
Negara ekskoloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor. 
3) Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan 
Adanya unsur manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas. 
4) Kemiskinan Terjadi Karena Siklus Alam. 
Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus-menerus. 
5) Peminggiran Kaum Perempuan 
Dalam hal ini perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari laki-laki. 
6) Faktor Budaya dan Etnik 
Bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan seperti, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagamaan.  

H. Kebijakan Anti Kemiskinan

Pendidikan dimana pun senantiasa dikemukakan sebagai sebuah jalan keluar yang signifikan dan memjamin terbukanya peluang mobilitas dan memberikan jaminan bagi anak-anak muda untuk keluar dari perangkap kemiskinan. Amerika sebagai sebuah Negara besar yangmengalami kemiskinan luar biasa pada era 1930-an, pada era 1960-an menyatakan perang pada kemiskinan melalui peningkatan kualitas pendidikan bagi anak-anak muda yang saat itu mengalami phase Baby-booming. Permasalahan yang umum terjadi adalah bahwa pendidikan saat ini nampaknya tidak dapat menjawab premis tersebut diatas. Ketika pendidikan masuk pada proses industrialisasi sepertisaat ini, pendidikan saat ini lebih identik sebagai mesin peras uang masyarakat. Tidak ada korelasi yang positif antara pendidikan yang baik dan tinggi dengan mengurangi kemiskinan. Idealnya memang semakin orang berpendidikan, maka semakin sedikit pula orang yang miskin. Namun sekarang untuk memperoleh pendidikan yang cukup bagi seseorang untuk memperoleh kesempatan dengan mudah pekerjaan, dibutuhkan pendidikan yang cukup tinggi dengan spesialisasi yang tinggi pula. Seperti umumnya sebuah industry pendidikan membutuhkan capital, sedangkan capital hanya dimiliki oleh orang yang tidak miskin; sekolah yang menjadi tempat pendidikan yang dipilih oleh orang miskin adalah pendidikan yang gurunya malas mengajar; infrastruktur dari pendidikan pilihan orang miskin adalah sangat terbatas; dan orang miskin tidak mungkin memperoleh pelajaran extra-kurikuler untuk membangun spesialisasi. Orang miskin yang mengikuti pendidikan hanya memperoleh pendidikan yang sangat mendasar, dan karena intense pengajarnya rendah, maka kualitas manusia yang dihasilkan pun rendah. Keluarga yang diharapkan menjadi penopang utama dalam proses pendidikan, pada orang miskin, orang tuanya telah disibukkan oleh usaha untuk surviving untuk dapat bertahan hidup. Orangtua tidak ada kesempatan lagi atau terlalu cape untuk memberikan peluang bagi anaknya untuk memiliki pengetahuan untuk memperdalam proses pendidikan di sekolah yang serba terbatas. Ada turbulensi yang ektrem dalam pendidikan dan kaitannya dengan perkembangan usia anak dalam mengukuti pendidikan; pada usia anak remaja saat pendidikan sangat dibutuhkan, ternyata anak-anak remaja semakin sadar bahwa keterkaitannya semakin pudar. Ketika itu umumnya industry kerja sudah membutuhkan anak-anak yang memiliki kapasitas mampu untuk dirubah menjadi para pekerja; anak-anak muda sebagai primary labor market, kenyataanya tidaklah dapat diambil dari pasar tenaga kerja yang berasal dari kelompok miskin.

Bab 6. Pembagunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah


A. UU Otonomi Daerah

UU otonomi daerah merupakan dasar hukum pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia atau dapat juga disebut payung hukum pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. UU otonomi daerah di Indonesia menjadi payung hukum terhadap seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan otonomi daerah di bawah UU otonomi daerah seperti, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan seterusnya. UU otonomi daerah itu sendiri merupakan implementasi dari ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyebutkan otonomi daerah sebagai bagian dari sistem tata negara Indonesia dan pelaksanaan pemerintahan di Indonesia. Ketentuan mengenai pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tercantum dalam pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa: “Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Selanjutnya Undang-Undang Dasar 1945 memerintahkan pembentukan UU otonomi daerah untuk mengatur mengenai susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945  Pasal 18 ayat (7), bahwa: “Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang”. Ketentuan tersebut diatas menjadi payung hukum bagi pembentukan UU otonomi daerah di Indonesia, sementara UU otonomi daerah menjadi dasar bagi pembentukan peraturan lain yang tingkatannya berada di bawah undang-undang menurut hirarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan segera setelah gerakan reformasi 1998. Tepatnya pada tahun 1999 UU otonomi daerah mulai diberlakukan. Pada tahap awal pelaksanaannya, otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Setelah diberlakukannya UU ini, terjadi perubahan yang besar terhadap struktur dan tata laksana pemerintahan di daerah-daerah di Indonesia. Pada tahap selanjutnya UU otonomi daerah ini mendapatkan kritik dan masukan untuk lebih disempurnakan lagi. Ada banyak kritik dan masukan yang disampaikan sehingga dilakukan judicial review terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang otonomi daerah. Dengan terjadinya judicial review maka Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah diubah dan digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ini juga diikuti pula dengan perubahan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur mengenai otonomi daerah yang berfungsi sebagai pelengkap pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia seperti Undang-Undang Nomor  23 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang selanjutnya digantikan dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.Sesungguhnya UU otonomi daerah telah mengalami beberapa kali perubahan setelah disahkannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Namun perubahan tersebut meskipun penting namun tidak bersifat substansial dan tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah karena hanya berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sejak Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disahkan menggantikan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomo 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004  tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2977). Selanjutnya dilakukan lagi perubahan melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.




B. Perubahan Penerimaan Daerah dan Peranan Pendapatan Asli Daerah
·         Pendapatan daerah: PAD, bagi hasil pajak dan non pajak, pemberian dari pemerintah
·         Dalam UU No. 25 ada tambahan pos penerimaan daerah yaitu dana perimbangan dari pemerintah pusat
Beberapa dampak dari diberlakukannya UU No. 25 terhadap keuangan daerah adalah:
·         Peranan PAD dalam pembiayaan pembangunan ekonomi (APBD) tidak terlalu besar. Hal ini mencerminkan tingginya tingkat ketergantungan finansial daerah terhadap pemerintah pusat.
·         Ada korelasi positif antara daerah yang kaya SDA dan SDM dengan peranan PAD dalam APBD
·         Pada tahun 1998/1999 terjadi penurunan PAD dalam pembentukan APBD-nya, salah satu penyebabnya adalah krisis ekonomi yang melanda tanah air.
C. Pembangunan Ekonomi Regional
Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto suatu provinsi, kabupaten, atau kota.Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999). Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Todaro, 2000). Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi - institusi baru, pembangunan indistri - industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah berserta pertisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumber daya-sumber daya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. Pembangunan ekonomi nasional sejak PELITA I memang telah memberi hasil positif bila dilihat pada tingkat makro. Tingkat pendapatan riil masyarakat rata-rata per kapita mengalami peningkatan dari hanya sekitar US$50 pada pertengahan dekade 1960-an menjadi lebih dari US$1.000 pada pertengahan dekade 1990-an. Namun dilihat pada tingkat meso dan mikro, pembangunan selama masa pemerintahan orde baru telah menciptakan suatu kesenjangan yang besar, baik dalam bentuk personal income, distribution, maupun dalam bentuk kesenjangan ekonomi atau pendapatan antar daerah atau provinsi.

D. Faktor-Faktor Penyebab Ketimpangan
Beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya ketimpangan antar wilayah menurut Sjafrizal (2012) yaitu :
1. Perbedaan kandungan sumber daya alam
Perbedaan kandungan sumber daya alam akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya alam cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih rendah. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih cepat. Sedangkan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih kecil hanya akan dapat memproduksi barang-barang dengan biaya produksi lebih tinggi sehingga daya saingnya menjadi lemah. Kondisi tersebut menyebabkan daerah bersangkutan cenderung mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat.

2. Perbedaan kondisi demografis
Perbedaan kondisi demografis meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan. Kondisi demografis akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat setempat. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

3. Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa
Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi spontan. Alasannya adalah apabila mobilitas kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat di jual ke daerah lain yang membutuhkan. Akibatnya adalah ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya.

4. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah
Pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih cepat pada suatu daerah dimana konsentrasi kegiatan ekonominya cukup besar. Kondisi inilah yang selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat.

5. Alokasi dana pembangunan antar wilayah
Alokasi dana ini bisa berasal dari pemerintah maupun swasta. Pada sistem pemerintahan otonomi maka dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung lebih rendah. Untuk investasi swasta lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Dimana keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan kekuatan yang berperan banyak dalam menark investasi swasta. Keuntungan lokasi ditentukan oleh biaya transpor baik bahan baku dan hasil produksi yang harus dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha dan sewa tanah. Oleh karena itu investai akan cenderung lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan.

Menurut Adelman dan Morris (1973):
Adelman dan Morris (1973) dalam Arsyad (2010) mengemukakan 8 faktor yang menyebabkan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara-negara sedang berkembang, yaitu:
·         Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita.
·         Inflasi di mana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.
·         Ketidakmerataan pembangunan antar daerah. 
·         Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive), sehingga persentase pendapatan modal dari tambahan harta lebih besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah.
·          Rendahnya mobilitas sosial.
·         Pelaksanaan kebijaksanaan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan hargaharga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis.
·         Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara-negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidak elastisan permintaan negara-negara terhadap barang ekspor negara-negara sedang berkembang.
·         Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain.
E. Pembangunan Indonesia Bagian Timur
Hasil pembangunan ekonomi nasional selama pemerintahan orde baru menunjukkan bahwa walaupun secara nasional laju pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata per tahun tinggi namun pada tingkat regional proses pembangunan selama itu telah menimbulkan suatu ketidak seimbangan pembangunan yang menyolok antara indonesia bagian barat dan indonesia bagian timur. Dalam berbagai aspek pembangunan ekonomi dan sosial, indonesia bagian timur jauh tertinggal dibandingkan indonesia bagian barat. Tahun 2001 merupakan tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah yang dilakukan secara serentak diseluruh wilayah indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah diharapakan dapat menjadi suatu langkah awal yang dapat mendorong proses pembangunan ekonomi di indonesia bagian timur yang jauh lebih baik dibanding pada masa orde baru. Hanya saja keberhasilan pembangunan ekonomi indonesia bagian timur sangat ditentukan oleh kondisi internal yang ada, yakni berupa sejumlah keunggunlan atau kekeuatan dan kelemahan yang dimiliki wilayah tersebut.
Keunggulan wilayah Indonesia Bagian Timur
Keunggulan atau kekuatan yang dimiliki Indonesia bagian timur adalah sebagai berikut:

1.    Kekayaan sumber daya alam
2.    Posisi geografis yang strategis
3.    Potensi lahan pertanian yang cukup luas 
 
4.    Potensi sumber daya manusia
Sebenarnya dengan keunggulan-keunggulan yang dimiliki indonesia bagian timur tersebut, kawasan ini sudah lama harus menjadi suatu wilayah di Indonesia dimana masyarakatnya makmur dan memiliki sektor pertanian, sektor pertambangan, dan sektor industri manufaktur yang sangat kuat. Namun selama ini kekayaan tersebut disatu pihak tidak digunakan secara optimal dan dipihak lain kekayaan tersebut dieksploitasi oleh pihak luar yang tidak memberi keuntungan ekonomi yang berarti bagi indonesia bagian timur itu sendiri. 
 Kelemahan Wilayah Indonesia Bagian Timur 
Indonesia bagian tinur juga memiliki bagian kelemahan yang membutuhkan sejumlah tindakan pembenahan dan perbaikan. Kalau tidak, kelemahan-kelemahan tersebut akan menciptakan ancaman bagi kelangsungan pembangunan ekonomi di kawasan tersebut. Kelemahan yang dimiliki Indonesia bagian timur diantaranya adalah:
1.    Kualitas sumber daya manuasia yang masih rendah
2.    Keterbatasan sarana infrastruktur
3.    Kapasitas kelembagaan pemerintah dan publik masih lemah 
 
4.    Partisipasi masyarakat dalam pembangunan masih rendah  

F. Teori Analisis
Analisis bisa di artikan sebagai kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna meneliti struktur bahasa tersebut secara mendalam. Sedangkan dalam kamus besar Ekonomi Pengertian Analisis yaitu melakukan evaluasi terhadap kondisi dari pos-pos atau ayat-ayat yang berkaitan dengan akuntansi dan alasan-alasan yang memungkinkan tentang perbedaan yang muncul. Berikut adalah pengertian dari beberapa ahli:
Menurut Wiradi
Analisis adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti mengurai, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan ditaksir maknanya.

Menurut Komaruddin
Analisis adalah kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen, hubungannya satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam satu keseluruhan yang terpadu.

Menurut Anne Greogory 
Analisis adalah langkah pertama dari proses perencanaan.

Menurut Dwi Prastowo Darminto & Rifka Julianty
Analisis merupakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri, serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.

Menurut Syahrul & Mohammad Afdi Nizar
Pengertian analisis berarti melakukan evaluasi terhadap kondisi dari pos-pos atau ayat-ayat yang berkaitan dengan akuntansi dan alasan-alasan yang memungkinkan tentang perbedaan yang muncul.

Bab 7. Sektor Pertanian di Indonesia

A. Sektor Pertanian di Indonesia
Peranan sektor pertanian.
Menurut Kuznets, sektor pertanian di LDC’s mengkontribusikan terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional dalam 4 bentuk:
a. Kontribusi Produk, Penyediaan makanan untuk penduduk, penyediaan bahan bakar untuk industri manufaktur. Seperti industri: tekstil, barang dari kulit, makanan & minuman.
b. Kontribusi Pasar, Pembentukan pasar domestik untuk barang industri & konsumsi.
c. Kontribusi Faktor Produksi, Penurunan peranan pertanian di pembangunan ekonomi, maka terjadi transfer surplus modal & tingkat dari sektor pertanian ke sektor lain.
d. Kontribusi DevisaPertanian sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagangan (NPI) melalui ekspor produk pertanian dan produk pertanian yang menggantikan produk impor.
Sektor Pertanian di Indonesia 
- Selama periode 1995-1997, PDB sektor pertanian (peternakan, kehutanan & perikanan) menurun & sektor lain seperti menufaktur meningkat.
- Sebelum krisis moneter, laju pertumbuhan output sektor pertanian < ouput sektor non pertanian.
- 1999 semua sektor turun kecuali listrik, air dan gas. 
Rendahnya pertumbuhan output pertanian disebabkan:
- Iklim, kemarau jangka panjang berakibat volume dan daya saing turun
- Lahan, lahan garapan petani semakin kecil
- Kualitas SDM, rendah
- Penggunaan Teknologi, rendah
 

Sistem perdagangan dunia pasca putaran Uruguay (WTO/GATT) ditandatangani oleh 125 negara anggota GATT telah menimbulkan sikap optimisme & pesimisme Negara LDC’s:
- OptimisPersetujuan perdagangan multilateral WTO menjanjikan berlangsungnya perdagangan bebas didunia terbebas dari hambatan tariff & non tarif.
- Pesimis, Semua negara mempunyai kekuatan ekonomi yg berbeda. DC’s mempunyai kekuatan > LDC’s.
Perjanjain tersebut merugikan bagi LDC’s, karena produksi dan perdagangan komoditi pertanian, industri & jasa di LDC’s masih menjadi masalah besar & belum efisien sebagai akibat dari rendahnya teknologi & SDM, sehingga produk dari DC’s akan membanjiri LDC’s.
Butir penting dalam perjanjian untuk pertanian:
- Negara dengan pasar pertanian tertutup harus mengimpor minimal 3 % dari kebutuhan konsumsi domestik dan naik secara bertahap menjadi 5% dalam jika waktu 6 tahun berikutnya.
- Trade Distorting Support untuk petani harus dikurangi  sebanyak 20% untuk DC’s dan 13,3 % untuk LDC’s selama 6 tahun.
- Nilai subsidi ekspor langsung produk pertanian harus diturunkan sebesar 36% selama 6 tahun & volumenya dikurangi 12%.
- Reformasi bidang pertanian dalam perjanjian ini tidak berlaku untuk negara miskin.

Temuan hasil studi dampak perjanjian GATT:
- Skertariat GATT (Sazanami, 1995)Perjanjian tersebut berdampak + yakni peningkatan pendapatan per tahun, Eropa Barat US $ 164 Milyar, USA US$ 122 Milyar, LDC’s & Eropa Timur US $ 116 Milyar. Pengurangan subsidi ekspor sebesar 36 % dan penurunan subsidi sektor pertanian akan meningkatkan pendapatan sektor pertanian Negara Eropa US $ 15 milyar & LDC’s US $ 14 Milyar.
- Goldin, dkk (1993)Sampai th 2002, sesudah terjadi penurunan tarif & subsidi 30% manfaat ekonomi rata-rata pertahun oleh anggota GATT sebesar US $ 230 Milyar (US $ 141,8 Milyar / 67%0 dinikmati oleh DC’s dan Indonesia rugi US $ 1,9 Milyar pertahaun.
- Satriawan (1997), Sektor pertanian Indonesia rugi besar dalam bentuk penurunan produksi komoditi pertanian sebesar 332,83% dengan penurunan beras sebesar 29,70% dibandingkan dengan Negara ASIAN.
- Feridhanusetyawan, dkk (2000), Global Trade Analysis Project mengenai 3 skenario perdagangan bebas yakni Putaran Uruguay, AFTA & APEC. Ide dasarnya: apa yang terjadi jika 3 skenario dipenuhi (kesepakatan ditaati) dan apa yang terjadi jika produk pertanian diikut sertakan? Perubahan yang diterapkan dalam model sesuai kesepakatan putaran Uruguay adalah:
a. Pengurangan pajak domestic & subsidi sektor pertanian sebesar 20% di DC’s dan 13 % di LDC’s. b. Penurunan pajak/subsidi ekspor sektor pertanian 36% di DC’s & 24% di LDC’s.      
c. Pengurangan border tarif untuk komoditi pertanian & non pertanian.
Liberalisasi perdagangan berdampak negative bagi Indonesia terhadap produksi padi & non gandum. Untuk AFTA & APEC, liberalisasi  perdagangan pertanian menguntungkan Indonesia dengan meningkatnya produksi jenis gandum lainnya (terigu, jagung & kedelai). AFTAIndonesia menjadi produsen utama pertanian di ASEAN dan output pertanian naik lebih dari 31%. Ekspor pertanian naik 40%.

B. Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP)

Nilai tukarnilai tukar suatu barang dengan barang lainnya. Jika harga produk A Rp 10 dan produk B Rp 20, maka nilai tukar produk A thd B=(PA/PB)x100% =1/2. Hal ini berarti 1 produk A ditukar dengan ½ produk B. Dengan menukar ½ unit B dapat 1 unit A. Biaya opportunitasnya adalah mengorbankan 1 unit A utk membuat ½ unit B.

Dasar Tukar (DT):
- DT dalam negeripertukaran 2 barang yang berbeda di dalam negeri dengan mata uang nasional
- DT internasional / Terms Of Tradepertukaran 2 barang yang berbeda di dalam negeri dengan mata uang internasional.

Nilai Tukar Petani, selisih harga output pertanian dengan harga inputnya (rasio indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar).
Semakin tinggi NTPsemakin baik.

NTP setiap wilayah berbeda dan ini tergantung:
- Inflasi setiap wilayah.
- Sistem distribusi input pertanian.
- Perbedaan ekuilibrium pasar komoditi pertanian setiap wilayah (D=S)
D>S, harga naik & D<S, harga turun

C. Investasi di Sektor Pertanian.
Investasi di sektor pertanian tergantung :

a. Laju pertumbuhan output.

b. Tingkat daya saing global komoditi pertanian.



Investasi:

a. Langsung, membeli mesin.
b. Tidak langsung, penelitian & pengembangan.



Hasil penelitian:

Supranto (1998), laju pertumbuhan sektor ini rendah, karena PMDN & PMA serta kerdit yg mengalir kecil. Hal ini karena resiko lebih tinggi (gagal panen) dan nilai tambah lebih kecil di sektor pertanian.

Tabel 5.17 Investasi di sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96
Sektor
1993
1994
1995
1996
Pertanian
2.735
4.545
7.128
15.284
Manufaktur
24.032
31.922
43.342
59.218

Simatupang (1995), kredit perbankan lebih banyak megalir ke sektor non pertanian & jasa dibanding ke sektor pertanian.

Tabel 5.18 Kredit Perbankan di sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96
Sektor
1993
1994
1995
1996
Pertanian
7.846
8.956
9.841
11.010
Manufaktur
11.346
13.004
15.324
15.102
Penurunan ini disebabkan ROI sector pertanian +/- 15 %,shg tidak menarik.D. Keterkaitan Pertanian dengan Industri Manufaktur
Salah satu penyebab krisis ekonomi, kesalahan industrialisasi yang tidak berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa laju pertumbuhan sektor pertanian (+) walaupun kecil, sedangkan industri manufaktur (-). Jepang, Taiwan & Eropa dalam memajukan industri manufaktur diawali dengan revolusi sektor pertanian.
Alasan sektor pertanian harus kuat dalam proses industrialisasi:
- Sektor pertanian kuat, pangan terjamin, tidak ada lapar, kondisi sosiologi politik stabil.
- Sudut permintaan, sektor pertanian kuat, pendapatan ril perkapita naik, permintaan oleh petani terhadap produk industri manufaktur naik berarti industri manufaktur berkembang & output industri menjadi input sektor pertanian.
- Sudut penawaranpermintaan produk pertanian sebagai bahan baku oleh industri manufaktur.
- Kelebihan output sektor pertanian digunakan sebagai sumber investasi sektor industri manufaktur seperti industri kecil dipedesaan.
Kenyataan di Indonesia keterkaitan produksi sektor pertanian dan industri manufaktur sangat lemah dan kedua sektor tersebut sangat bergantung kepada barang impor.

Bab 8. Industrialisasi

A. Konsep dan Tujuan Industrialisasi
Industri adalah bidang mata pencaharian yang menggunakan keterampilan dan ketekunan kerja (bahasa Inggris: industrious) dan penggunaan alat-alat di bidang pengolahan hasil-hasil bumi dan distribusinya sebagai dasarnya. Maka industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari usaha-usaha mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah pertanian, perkebunan dan pertambangan yang berhubungan erat dengan tanah. Kedudukan industri semakin jauh dari tanah, yang merupakan basis ekonomi, budaya dan politik. Awal konsep industrialisasi revolusi industri abad 18 di Inggris adalah dalam pemintalan dan produksi kapas yang menciptakan spesialisasi produksi. Selanjutnya penemuan baru pada pengolahan besi dan mesin uap sehingga mendorong inovasi baja, dan begitu seterusnya, inovasi-inovasi baru terus bermunculan. Industri merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi.
Tujuan industrialisasi itu sendiri adalah untuk memajukan sumber daya alam yang dimiliki oleh setiap negara, dengan didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, dengan industrialisasi ini maka, negara berkembanga yang mampu memanfaatkannya dengan baik, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

B. Faktor-Faktor Pendukung Industrialisasi 
Faktor-faktor pendorong industrialisasi itu sendiri adalah : 
·         Kemampuan teknologi dan inovasi
·         Laju pertumbuhan pendapatan nasional per-kapita
·         Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri
·         Besar pangsa pasar DN yang ditentukan tingkat pendapatan dan jumlah penduduk
·         Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi
·         Keberasaan SDA (sumber daya alam)
·         Kebijakan atau strategi pemerintah  

C. Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional
Perkembangan industri manufaktur disetiap negara juga dapat digunakan untuk melihat perkembangan industri negara itu secara nasional, sejak krisis ekonomi dunia pada tahun 1998 dan perontokan perekonomian nasional, perkembangan industri di Indonesia secara nasional belum memperlihatkan perkembangan yang memuaskan. Bahkan perkembangan industri nasional, khususnya industri manufaktur, lebih sering merosot perkembangannya dibandingkan dengan grafik peningkatannya. Sebuah hasil riset yang dilakukan pada tahun 2006, oleh sebuah lembaga internasional terhadap prospek industri manufaktur diberbagai negara melihatkan hadil yang cukup memprihatinkan. Dari 60 negara yang menjadi obyek penelitian, posisi industri manufaktur Indonesia berada diposisi terbawah bersama beberapa negara asia seperti Vietnam, riset yang meneliti aspek daya saing produk industri manufaktur Indonesia dipasar global, menempatkan pada posisi terendah.

D. Permasalahan Industrialisasi
Kendala bagi pertumbuhan industri didalam negeri adalah ketergantungan terhadap bahan baku serta komponen impor. Mesin-mesin produksi yang sudah tua juga menjadi hambatan bagi peningkatan produktivitas dan efisiensi. Permasalahan-permasalahan tersebut telah menurunkan daya saing industri dalam negeri. Kementerian Perindustrian telah mengidentifikasinya. Responsnya adalah dibuat Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri. Namun, fakta di lapangan jauh dari harapan. Regulasi pemerintah pusat tak seiring dengan regulasi pemerintah daerah. Bahkan, di antara kementerian teknis bukan kebijakan sendiri-sendiri. Tahun 2010-2014, Kementerian Perindustrian menargetkan pertumbuhan industri nonmigas 8,95 persen dan kontribusi industri pengolahan terhadap produk domestik bruto 24,67 persen. Ditargetkan total investasi 2010-2014 mencapai Rp 735,9 triliun. Untuk mencapai target itu, Kementerian Perindustrian membuat kerangka pembangunan industri nasional. Kerangka itu yang akan menjadi acuan untuk membangkitkan industri agar siap menghadapi perdagangan bebas dan ASEAN Economic Community. Agar siap menghadapi itu semua, menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit, peningkatan daya saing menjadi kunci utama. Leadership, mulai dari presiden hingga pejabat pemerintah lainnya, yang mau mengenakan produk dalam negeri juga tidak boleh diabaikan.

E. Strategi Pembangunan Sektor Industri
Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu:
(1) Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri;
(2) Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri;
(3) Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian;
(4) Mendukung perkembangan sector infrastruktur;
(5) Meningkatkan kemampuan teknologi;
(6) Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk
(7) Meningkatkan penyebaran industri.
Bertitik tolak dari hal-hal tersebut dan untuk menjawab tantangan di atas maka kebijakan dalam pembangunan industri manufaktur diarahkan untuk menjawab tantangan globalisasi ekonomi dunia serta mampu mengantisipasi. Perkembangan perubahan lingkungan yang sangat cepat. Persaingan internasional merupakan suatu perspektif baru bagi semua negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga fokus dari strategi pembangunan industri di masa depan adalah membangun daya saing industri manufaktur yang berkelanjutan di pasar internasional. Untuk itu, strategi pembangunan industri manufaktur ke depan dengan memperhatikan kecenderungan pemikiran terbaru yang berkembang saat ini, adalah melalui pendekatan klaster dalam rangka membangun daya saing industri yang kolektif. Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage). Bangun susun sektor industri yang diharapkan harus mampu menjadi motor penggerak utama perekonomian nasional dan menjadi tulang punggung ketahanan perekonomian nasional di masa yang akan datang. Sektor industri prioritas tersebut dipilih berdasarkan keterkaitan dan kedalaman struktur yang kuat serta memiliki daya saing yang berkelanjutan serta tangguh di pasar internasional. Pembangunan industri tersebut diarahkan pada penguatan daya saing, pendalaman rantai pengolahan di dalam negeri serta dengan mendorong tumbuhnya pola jejaring (networking) industri dalam format klaster yang sesuai baik pada kelompok industri prioritas masa depan, yaitu: industri agro, industri alat angkut, industri telematika, maupun penguatan basis industri manufaktur, serta industri kecil-menengah tertentu. Dengan memperhatikan permasalahan yang bersifat nasional baik di tingkat pusat maupun daerah dalam rangka peningkatan daya saing, maka pembangunan industri nasional yang sinergi dengan pembangunan daerah diarahkan melalui dua pendekatan. Pertama, pendekatan top-down yaitu pembangunan industri yang direncanakan (by design) dengan memperhatikan prioritas yang ditentukan secara nasional dan diikuti oleh partisipasi daerah. Kedua, pendekatan bottom-up yaitu melalui penetapan kompetensi inti yang merupakan keunggulan daerah sehingga memiliki daya saing. Dalam pendekatan ini Departemen Perindustrian akan berpartisipasi secara aktif dalam membangun dan mengembangkan kompetensi inti daerah tersebut. Hal ini sekaligus merupakan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, yang pada gilirannya dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran.

Soal
1.    ” Keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup”, merupakan pengertian dari...
a.   Kemiskinan
b.   Kesenjangan
c.    Keseimbangan
d.   Kekayaan

2.    ”Kemiskinan absolut dalam kaitannya dengan suatu sumber-sumber materi, yang dibawahnya tidak ada kemungkinan kehidupan berlanjut; dengan kata lain hal ini adalah tingkat kelaparan”, merupakan definisi yang dikemukakan oleh...
a.    BPS dan DEPSOS, (2002)
b.    BPS dalam haryati (2003;95)
c.    David Harry Penny (1990;140)
d.    Badan Pusat Statistik

3.    Pengertian Garis Kemiskinan...
a.   Perhitungan kemiskinan yang didasarkan pada proporsi distribusi pendapatan dalam suatu negara
b.   Tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara
c.    Kemiskinan dari perspektif kebutuhan dasar
d.   Ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak

4.    Penyebab-penyebab kemiskinan, yaitu...
a.   Individual Explaination
b.   Familial Explaination
c.    Structural Explaination
d.   Semua Benar

5.    Dibawah ini merupakan faktor-faktor kemiskinan, kecuali...
a.   Rajin Bekerja
b.   Keterbatasan Modal
c.    Keterbatasan Sumber Daya Alam
d.   Pendidikan yang Terlampau Rendah

6.    ” Dasar hukum pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia atau dapat juga disebut payung hukum pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia” merupakan pengertian dari...
a.    Undang-undang dasar
b.    UU otonomi daerah
c.    Pembangunan ekonomi
d.    Semua salah

7.    “Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”, merupakan isi dari pasal..
a.    Pasal 18 ayat 1
b.    Pasal 18 ayat 2
c.    Pasal 18 ayat 7
d.    UU nomor 22 tahun 1999

8.    Faktor-faktor terjadinya ketimpangan adalah...
a.   Perbedaan kandungan sumber daya alam
b.   Perbedaan kondisi demografis
c.    Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa
d.   Semua benar

9.    Dibawah ini merupakan penyebab terjadinya ketidakmerataan distribusi pendapatan di suatu negara, kecuali...
a.   Rendahnya mobilitas sosial
b.   Ketidakmerataan pembangunan daerah
c.    Banyaknya lapangan pekerjaan
d.   Pertambangan penduduk yang mengakibatkan menurunnya pendapatan berkapita

10. berikut adalah parah ahli yang memberikan Teori Analisis , KECUALI...
a. Anne Greogory
b. Syahrul & Mohammad Afdi Nizar
c.Komaruddin
d. Adelman dan Morris

11. Menurut Kuznets, sektor pertanian di LDC’s mengkontribusikan terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional dalam 4 bentuk, KECUALI...
a. kontribusi devisa
b. kontribusi masyarakat
c. kontribusi pasar
d. kontribusi produk


12. Yang termasuk Dasar Tukar (DT) adalah...
a.  DT dalam negeri
b. DT jabodetabek
c. DT dalam kelompok
d. DT luar kelompok




13. Mengorbankan 1 unit A utk membuat ½ unit B adalah pengertian dari...
a.Nilai Tukar Petani
b.Dasar tukar
c. Biaya opportunitasnya
d. Sistem distribusi inptu pertanian

14. Kenyataan di Indonesia keterkaitan produksi sektor pertanian dan industri manufaktur sangat lemah dan kedua sektor tersebut sangat bergantung kepada...
a. Produksi daerah
b.Barang ekspor
C.Barang impor
D.Nasib masing-masing orang

15. Laju pertumbuhan sektor ini rendah, karena PMDN & PMA serta kerdit yg mengalir kecil. Hal ini karena resiko lebih tinggi (gagal panen) dan nilai tambah lebih kecil di sektor pertanian. merupakan hasil penelitian dari...
a. Supranto
b. Simatupang
c. Siliwangi
d. Soedrajad

16. bidang mata pencaharian yang menggunakan keterampilan dan ketekunan kerja (bahasa Inggris: industrious) dan penggunaan alat-alat di bidang pengolahan hasil-hasil bumi dan distribusinya sebagai dasarnya. adalah pengertian dari...
a. Ekonomi
b. Pertumbuhan Ekonomi
c. Otonomi Daerah
d. Industri

17. untuk memajukan sumber daya alam yang dimiliki oleh setiap negara, dengan didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, dengan industrialisasi ini maka, negara berkembanga yang mampu memanfaatkannya dengan baik, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. pengertian dari...
a. Tujuan Industri
b. Faktor Industri
c. Makna Industri
d. Penyebab Industri



18. Faktor-faktor pendorong industrialisasi itu sendiri adalah , KECUALI...
a. Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri
b. Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi
c.
Kekurangan SDA(Sumber Daya Alam)
d. Besar pangsa pasar DN yang ditentukan tingkat pendapatan dan jumlah penduduk



19. Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional yaitu, KECUALI...
a. Mendukung perkembangan sector infrastruktur
b. Agar kondisi sosiologi politik stabil
c. Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk
d. Meningkatkan penyebaran industri



20.  melalui penetapan kompetensi inti yang merupakan keunggulan daerah sehingga memiliki daya saing. merupakan pengertian pendekatan apa yang digunakan untuk mengarahkan pembangunan industri nasional yang sinergi dengan pembangunan daerah....
a. bottom-up
b. High-up
c. Head Count Index
d. top-down
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proposal Usaha

Pertanyaan dan Jawaban Kode Etik

Identifikasi PT Nippon Indosari Corpindo, Tbk